Jumat, 06 Januari 2023

Harapan Dua Ribu Dua Puluh Tigaku yang Sementara

Bisa dibilang dua ribu dua puluh duaku adalah tahun yang paling emosional dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

Tahun yang penuh dengan kejutan, teguran, motivasi, keberlimpahan, cinta dan ditutup dengan segala kebaikan yang penuh sukacita di penghujung tahun. 

Dua ribu dua puluh duaku memberiku kado terbaik dari sebuah hubungan yang paling berkesan disepanjang perjalanan hidup.


Berkesan karena memberi paling banyak pelajaran terbaik.


Semua yang terjadi dalam cerita adalah media pembelajaran untuk mematangkan jiwa.


Buktinya telah direkam semesta dengan segala hal-hal baiknya


Tidak ada tokoh antagonis dalam ceritaku  


Semua peristiwa telah kuhubungkan dengan kebijaksanaan paling tinggi yang selalu sanggup untuk kumaknai ulang bahwa akan selalu ada kebaikan-kebaikan di setiap peristiwa yang semesta hadirkan

Perihal menemukan kembali diri sendiri


 Memulai perjalan mencintai diri sendiri


Memulihkan kembali sebuah kepercayaan yang direnggut oleh pikiran-pikiran liar penuh distorsi


Memahami dia yang disisi adalah cerminan diri. 


Ia hanyalah manusia dengan cinta dan kemampuannya yang  terbatas, kadang juga bisa gagal dipercaya sama halnya diri sendiri


Belajar dari sebuah cinta yang tidak perlu mewah, tapi istimewa. 


Hadir di segala musim, duka dia ada, apalagi suka


Saat meriang sampai sakit tidak berdaya, apalagi saat sehat :D


Saat berkelimpahan maupun kehilangan pekerjaan. Tetap hadir dengan kesetiannya yang paling sempurna, tanpa syarat dan kubiarkan ia bebas.


Pelajaran lainnya adalah aku bisa seolah-olah mengenal seutuhnya seseorang, tapi tidak dengan memahami jalan pikirannya sepenuhnya


Namun ada hal yang paling mendewasakan justru hadir pada bagian yang aku tidak pernah perkirakan. Aku tahu kapan harus memulai bersiap dengan kepergian dan sebuah kehilangan. Yang aku tidak tahu semesta merancang naskah cerita diluar perkiraanku.


Diajak menikah dan melepaskannya menikah di tahun yang sama :)


Kedewasaanku diuji untuk memaknai maksut Tuhan, bukan diam meringkuk meromantisasi kekecewaan merasa aku yang paling korban.


Ku ajukan pertanyaan untuk diriku sendiri "Apakah kau gagal kali ini ?". Disana ia mengatakan "tidak, aku telah melakukan yang terbaik dan penyesalan bukan milikku".


Pilihanku jatuh pada bangkit untuk menambah nilai diri dan bekerja sama dengan semesta bahwa Tuhan membutuhkan aku untuk berkarya dalam pekerjaan-Nya yang besar


Jika aku masih berani menjalani hidup lantas kenapa harus takut mencintai. 


Aku tetap ingin jatuh cinta lagi dan tidak ingin selingkuh, karena selain tidak adil untuk orang lain juga tidak adil untuk diriku sendiri. 


Aku mau hidup yang tidak biasa-biasa aja dan lebih hebat dari kemarin.


Menjadi manusia yang manusia, mencintai dan merasakan cinta semesta, hidup selaras dan sehat, terus bermimpi, tidak bosenan dan menjadi gemoy adalah sambutan harapan dua ribu dua puluh tigaku yang sementara, mungkin mimpinya juga akan terus bertambah 

Minggu, 07 November 2021

Laki-laki Inisial #6


Kamu ingat saat ada moment aku ingin belajar memasak buat kamu? waktu itu aku bertanya dengan niat belajar memasak yang menggebu. Dan kamu juga tau kalau aku tidak suka memasak

“ Kamu suka masakan apa, aku akan masak buat kamu ?”

 “chawanmushi” jawabmu

. Aku tau sayang itu kesukaan masa lalu kamu, apa perlu aku beli saja ke sushi tei daripada hasil masakanku hanya mengundang cacian dari mulutmu setelah jadi.

aku hanya melewatkannya dengan gurauan “ susah sayang, yang gampang sajalah” kataku yang sudah kehilangan selera untuk belajar memasak. 

“apa saja asal tidak ikan”, jawabmu lagi. Namun semuanya berhenti sampai disitu dan sampai detik ini aku mengurungkan niat untuk mengikuti kursus memasak.

***

Mungkin kamu berpikir untuk pergi karena aku tidak menjawab segala ekspektasimu. Mungkin aku juga harus pergi karena aku tidak akan bahagia bersamamu karena yang kamu pikirkan hanya semua kebutuhan yang ada pada dirimu sendiri. 

Katamu aku harus bahagia dan jatuh cinta lagi. Aku pasti akan jatuh cinta lagi, tapi tidak akan semudah seperti kamu membalik tahu walik buatan mama di penggorengan. Aku juga akan bahagia lagi. Aku akan mengusahakan itu. Tenang saja, tidak perlu kau buru-buru agar aku segera menemukan yang baru, menggantikanmu. Percayalah sisa rasaku untukmu tidak akan pernah membebanimu sedikitpun. Mungkin aku akan marah sebentar sambil menunjukkan semua ucapan-ucapanmu dalam kemasan screenshot yang tidak ada buktinya dan hanya menciptakan harap pada pesan whatsapp di awal pacaran kita dulu. Perihal bahagiaku dan pengganti dirimu pelan-pelan itu akan terjadi karena aku mau bahagia dulu sebelum bertemu orang baru, tidak seperti kamu yang hanya bisa meminta maklum alasan luka selepas kepergian masa lalumu. Kata ikhlas yang hanya omong kosong. Tapi apakah adil luka yang kamu sebabkan oleh dirimu sendiri justru melukai orang lain ? kenapa tidak sembuh dulu sebelum masuk ke kehidupan baru. Namun pada akhirnya aku berada pada satu titik  “yasudahlah” mau aku berusaha sekeras apapun tidak akan ada yang berubah. 

Aku hanya ingin berjalan terus, sambil mempelajari letak celahmu, bagaimana caranya aku bisa menghadapi makhluk seperti ini setiap hari besok di kehidupan yang katanya selamanya, seperti katamu kalau kita akan selamanya. 

Tapi kamu babi, sayang. Saat aku sudah mulai terbiasa, mampu beradaptasi dengan semua yang ada pada dirimu, lagi dan lagi kamu mempertemukanku dengan perasaan runtuh karna ekspektasi yang kamu bangun dalam diriku . Segala usaha sia-sia tapi aku adalah yang tidak pernah berhak marah di matamu.


Untuk laki-laki yang diam-diam menginginkan perpisahan tanpa kusadari. Mungkin kamu menutup mata bahwa ada seorang yang susah payah menahan sabar menunggu kabar. Menerka-nerka apa ada yang salah hingga “kita” kehilangan rumahnya. Entah sekedar kabar kau sedang minum kopi di warung, kabar kau baik-baik saja dengan pekerjaanmu, atau kabar-kabar lain yang mengundang debar.


Namun kenyataannya kabar dapat tersurat dengan kau harus dikejar terlebih dahulu. Kau ungkapkan saat aku memaksamu untuk mengatakannya, karena aku tidak mau pergi dengan rasa penasaran, mungkin kalau waktu itu aku membiarkanmu pergi tanpa penjelasan sampai detik ini aku juga akan masih menunggumu.


Kamu selalu bilang bahwa aku tidak pernah dewasa dengan tidak bisa mengartikan arti kediamanmu. Namun apa yang bisa kuartikan dengan diam yang begitu tiba-tiba tanpa pertengkaran. 

Aku yang tidak dewasa atau kamu yang sudah tidak mau aku temani ?

Bukankah laki-laki juga perlu mendewasakan dirinya untuk berani menjadi 'sejati' di segala kerumitan-kerumitan yang ada dengan menghadapi bukan menghindari. 

 

Jumat, 05 November 2021

Rumah

Aku ingin menjadi rumah yang nyaman. Layaknya rumah yang sesungguhnya aku tidak berusaha mati-matian membangunnya megah. Kubersihkan ruang-ruang yang penting, kunyalakan  pendingin ruangan jika suhunya begitu panas dan sebaliknya kumatikan pendingin ruangan jika suhunya membuat kita menggigil. 
Aku kadang menambahkan beberapa hiasan jika dibutuhkan atau kau butuh pemandangan yang ingin kau lihat.
Saat kau keluar rumah untuk membeli kopi di warung, aku pun juga keluar rumah untuk membeli pernak-pernik untuk memghias rumah. Setiap kali kau keluar aku juga keluar mencari pernak-pernik, perabotan rumah, kadang aku tetap diam dirumah untuk memasangnya tentunya yang kubeli tanpa sepengetahuanmu. Aku seringnya membeli dalam bentuk rakitan karena lebih murah dibanding dengan yang sudah jadi.

Kamu pulang dan berkata "Kok masih kurang bagus ya, masih keliatan biasa aja gitu. Kalau punya teman-temanku dari depan kaya terang gitu dilihatnya"

Aku melihat kembali sekeliling rumahku, sudah jauh berubah dari sebelumnya. Dindingnya sudah lebih bersih setelah di cat, semua perabot selalu dibersihkan setiap hari, bahkan dikembalikan ke tempat semula setelah dipakai agar terlihat lebih tertata. Ruang tamu sudah ada karpet yang kubeli dari hasil tabungan berjualan kue.
"Kurang apa ya? "
" Mungkin karna lantainya masih terlihat gelap "
" itu karna lantai kita bukan terbuat dari keramik, tapi kupastikan bersih. "
" aku kurang suka, keramik putih lebih kelihatan bersih "

Aku duduk di kamar, memutar otak bagaimana mendapatkan uang untuk mengganti lantai rumah, agar ia tetap berada dirumah dan mau minum kopi buatanku. Lalu aku dikagetkan dengan suara ponsel berdering, ternyata dari temanku yang datang dari luar pulau untuk menumpang selang beberapa hari disini.
"Apakah kau sedang tidak ada di rumah? "
" Tidak, aku ada di rumah. Bukankah kau bilang hari ini akan datang ?"
" Ya, aku di depan rumah. Tolong bukakan aku pintu karena aku ketok berulang kali tidak ada jawaban"

Aku kebingungan, bukankah baru saja aku masuk kamar, jangan-jangan dia ketiduran di ruang tamu. Lagi-lagi aku menarik nafas panjang ternyata dia keluar rumah lagi setelah pulang melihat rumah tidak sesuai keinginannya.

" Hai, apa kabar ? " tanyaku pada temanku.
" Baik ... kau sendiri bagaimana ? Rupanya sudah makmur kau hidup di kota. Sudah mampu beli rumah sebesar ini "

Aku hanya tersenyum. " Tingallah sampai kapan pun kau mau, tapi ya seperti ini lah keadaan rumahku"
"Ooh tentu ... Ini lebih dari nyaman"

Sebaik-baiknya rumah adalah tempat pulang yang nyaman. Tidak peduli kau membangunnya megah dan apik kalau kau  memilih untuk pergi ya tidak akan jadi tempat tinggal.

Molly melonglong keras meski sudah kuelus-elus dengan lembut, namun dia tidak juga tenang meski kuberi makan dan susu. Dia mengikuti aku berdiri dengan gelisahnua di teras depan ruma. Kulihat jam sudah pukul 11 malam namun dia tidak kunjung pulang. Aku kembali berlari masuk ke dalam rumah, membuka lemari dan melihat isi dompetku. Setelah itu aku kembali lagi ke teras rumah, menjemput molly untuk masuk ke dalam rumah dan memastikan semua pintu dan jendela terkunci.

" jujur aku tidak memiliki cukup uang untuk mendandani rumah ini seperti rumah yang kau mau, yang pernah kau tinggali sebelumnya. Ketoklah pintu jika kau mau pulang, jika tidak aku juga tak apa. pulanglah saat kau mau lebih lama tinggal di rumah. " 

Rabu, 03 November 2021

Sang Esoen

 



    Seharian ini kuhabiskan degan melamun di teras depan rumah pakde. Aku malas mencuci pakaian meski keranjang pakaian kotor sudah dua gunungan. Aku berjalan di pekarangan belakang rumah sambil melihat-lihat sekelilingku. Ada banyak jenis tanaman disana, seperti pohon tomat, terong, kelapa muda, kedondong, mangga, naga dan hampir semua bahan makanan untuk dimakan sehari-hari ada disini. “Besok aku sudah tidak bisa menikmati air kelapa muda lagi” batinku. Kemudian aku berjalan ke pekarangan milik nenek yang letaknya agak sedikit ke belakang dari rumah pakde. Aku melihat ada segerombolan kambing, dua ekor kerbau, dan empat ekor sapi merah yang sengaja dibiarkan lepas di hutan jati. Aku terus berjalan menyusuri jalan kecil, hingga tak terasa 200 meter lagi aku akan sampai di tempat sembahyang, pura. aku tidak sedang kacau hanya sedikit gusar dengan pilihanku untuk pulang ke surabaya dengan segala permasalahan yang masih belum kuterima. Rasanya aku masih ingin disini, merasa lebih tenang dengan jauh dari keramaian dan belum siap dengan segala tetek bengeknya di rumah orang tuaku. Aku bingung menentukan tanggal kepulanganku, kalau mau jujur aku ingin terus memundurkan tanggal pulangku. Travel sudah dipesan tapi kosong, pesan ke tempat lain kemudian cancel karena letak tempat duduk yang kujadikan alasan tidak jadi berangkat pulang, tinggal travel terakhir yang masih kutunggu konfirmasinya. Kalau aku tetap disini, aku akan terus mengumbar janji untuk pulang sedangkan aku tidak mau menjadi pecundang yang terus membuat janji tanpa menepati.


Hari sudah semakin sore, kulihat wajah langit begitu pucat seperti aku yang sedang dehidrasi. Tidak ada awan sama sekali. Aku baru menyadari bahwa aku sudah berjalan sangat jauh dari rumah. Kupercepat langkahku sambil berharap awan muncul, namun sayangnya tidak meski rasanya aku sudah berjalan ratusan meter lebih cepat, awan tetap tidak muncul, awan yang biasa berjalan beriringan membentuk gumpalan kapas yang bergerombol, atau memanjang tak beraturan, bahkan kata anak-anak kecil yang bermail bola di depan rumah awan bisa berbentuk wajah seperti monster yang berarti tanda Tuhan sedang marah dan kita semua harus jadi anak baik di hari itu, entah siapa yang memberi tahu mereka seperti itu. Aku berharap agar aku bisa pulang tanpa tersesat saat hari makin gelap. Aku terus mempercepat langkahku menyusuri jalanan kecil dipinggir hutan, mengejar terang agar bisa segera sampai rumah sebelum hari mulai gelap.


Ternyata langit sore itu adalah pertanda kematian kakak terkasih. Bersamaan dengan itu aku mendapat konfirmasi dari pihak travel bahwa keberangkatan perjalanan ke surabaya ada di tanggal 3 Januari 2021. Bagiku ini adalah awal tahun yang mengejutkan.

 

“Mas ... “

“Dalem ...“

“Aku pulang malam ini”

“Okay, ati-ati”


Jumat, 8 Januari 2021

Aku memarkir motorku di depan kedai kopi Sang Esoen yang letaknya dekat dengan Perumahan Pondok Permata Suci kota Gresik. Hari ini cuaca tidak sedang mendukung hujan turun terus menerus dan banjir dimana-mana. Untung saja kedai tutup sampai malam, kalau tidak pertemuanku dengannya akan mundur lagi. Sembari menunggunya yang masih dalam perjalanan dari Kota Minyak aku memutuskan untuk masuk dan memesan minuman terlebih dahulu. Saat pertama masuk aku sudah jatuh cinta dengan tempat ini. Aku menyukai desain ruangannya yang memberi kesan vintage, kursinya mayoritas berwarna coklat dengan menampilkan tekstur aslinya, selain itu ada banyak macam tanaman hias yang lagi marak digemari tapi aku tidak tahu namanya apa, berdasarkan info dari internet tanaman-tanaman seperti itu dibudidayakan kemudian di ekspor ke luar negeri. Aku ingat tanaman yang paling aku suka, letaknya diujung bawah tangga.


Setelah memesan makanan aku memutukan untuk naik ke atas. Aku memilih duduk di tempat paling ujung, karena aku akan lebih mudah mengetahui saat dia datang. Cukup lama juga aku menunggunya kira-kira lebih dari satu jam. Aku melihat banyak laki-laki berlalu lalang, ada yang bergerombol untuk berbincang sambil menyedot rokok, ada juga yang duduk berdua antara perempuan dan laki-laki layaknya sepasang kekasih, ada juga sekumpulan anak remaja perempuan yang mengambil gambar bersama. Tempat ini menjadi gudang kebahagiaan karena begitu banyak tawa seperti harapanku kepada laki-laki yang kutunggu hadirnya saat ini. Laki-laki yang kukenal di hujan pertama bulan November tahun lalu, tepatnya tanggal dua puluh dua bulan November dua ribu dua puluh dia memintaku untuk menjadikan kita sepasang bukan lagi teman berbincang. Dia menyapaku melalui benda tiga dimensi yang bernama handphone, percakapan yang serasa hidup seperti dunia nyata sampai aku melemahkan logikaku sendiri, tidak rela untuk terus menerima realita bahwa yang di dunia maya tetaplah ada di dunia maya. Aku tidak rela kita terus berada dalam realitas semu dan akan kubuat nyata, segera. 


    Handphoneku bergetar, ada notification pesan masuk darinya.

    “kamu yang duduk di pojok kah ?”

    “Ya mau yang mana lagi mas” balasku sambil melakukan gerakan memutar mencari     keberadaannya.

    “okay”. Dia membalas pesannya lalu menghampiriku 


Awal pertemuan yang biasa saja, tidak seindah kisah roman picisan. Dia bukan laki-laki yang pandai menyenangkan hati dengan kata-kata mesra, juga bukan laki-laki yang suka memberi kejutan. Dia menyukai hujan sedangkan aku tidak. Katanya suara air hujan menenangkan dan bikin tidur makin pulas, bagiku hujan hanya memberikan rasa takut dengan suara petirnya.


Teruntuk laki-laki yang berda dihadapanku sekarang, selamat datang di kepalaku dan di kehidupanku kedepan. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana Tuhan membuat skenario, mengatur cerita kita kelak. Apakah besok takdir menjadi milik kita atau sebaliknya.

“ Aku tadi pulang dulu ganti baju, makanya lama”. Dia berbicara sambil mencari posisi wenak untuk duduk disebelahku

“oke gapapa, jauh dari sini rumahnya ? ”

“Enggak kok, deket sini. Kapan-kapan main ke rumah ya”

“ Iya, setelah dari rumahku ya mas”


Setelah pertemuan malam itu, Sang Esoen kerap menjadi tempat favorit kita untuk bertemu. Dari yang mulai sekedar mampir untuk santai, menemani dia membantu adeknya menjaga kedai, kebetulan kedai kopi ini milik adeknya sendiri, hingga tempat bertemu untuk urusan pekerjaan. Kita sempat dihadapkan dengan keadaan yang sulit, sama-sama tidak memiliki pekerjaan, memulai usaha kecil-kecilan dengan berjualan baju, dia yang mencari supplier memasarkan di marketplace dan aku yang berjualan offline berkeliling komplek menawarkan ke teman-teman terdekat, melamar pekerjaan bersama, diterima kerja di hari yang sama, bahkan pernah bekerja di tempat yang sama. Aku menikmati perjalanan ini. Aku berpikir bagaimana aku harus bertahan, membantunya bertahan dengan doa  yang diam-diam kupanjatkan di sepertiga malamku. Dia membuatku menaruh harapan penuh bahwa kelak kita punya kisah yang lamanya lebih dari selamanya. Hahaha ekspektasi macam apa ini, selain itu dia merubahku menjadi yang suka tidak percaya menjadi menaruh rasa percaya, dari perempuan yang tidak mandiri menjadi apa-apa ingin kukerjakan sendiri meski tetap saja dimatanya aku manja, dari yang selalu memikirkan orang lain menjadi sedikit lebih mencintai diri sendiri. 


Ada banyak sekali cerita di sebelas bulan kebersamaan ini. Meski sebagian besarnya pertengkaran-pertengkaran biasa. Aku yang sempat menyerah karna saking lelahnya merapikan hati sendirian selepas pertengkaran, tidak mudah memahami isi kepalanya, aku selalu tidak bisa tidur semalaman hingga kembali belajar, mencari celah agar selalu bisa menikmati dengan memikirkan hal-hal menyenangkan. Namun kadang aku masih sempat-sempatnya tertawa ditengah pertengkaran hebat, bukan maksutku menganggap ini lelucon tapi aku sedikit heran saja dengan caranya menutupi kesalahan dengan berbalik marah besar kepadaku. Adilkah kalau sudah begini ?

Pernah suatu kali kita bertengkar melalui telepon. Aku lupa kita bertengkar karena apa, tapi yang jelas aku marah dan dia juga marah. Berbeda pendapat dan saling menyalahkan itu sudah pasti.


“Terus mau dibawa kemana hubungan ini” kutanyakan kalimat ini saking putus asanya. Kutulis dengan huruf kapital semua sebagai tanda aku benar-benar marah dan kode aku sedang berteriak. Aku sudah lelah dengan pertengkaran yang berulang, rasanya hubungan ini seperti sebuah arena untuk adu siapa yang paling kuat egonya.


“Bawa aja ke Irak” balasnya lima belas menit kemudian. Seketika aku tertawa terpingkal-pingkal tidak peduli semarah apapun dia. Kita tidak bicara semalaman, dia pun juga tidak memberi kabar.


Tapi ada kalanya kita juga begitu yakin, sangat meyakini kita sebagai sepasang suami istri.


“kamu ingin punya anak berapa ? maunya laki-laki atau perempuan ?” tanyaku nyeleneh


“perempuan..”


“laki-laki sajalah mas” . Aku ingin anak laki-laki sebagai anak pertama karena kelak ia akan mejaga aku dan menggantikanmu.


“yang adil itu laki-laki dan perempuan “ jawabnya kala itu seakan menghentikan perdebatan yang belum saatnya diperdebatkan.


“oke kembar, biar sekalian aku mbrojolnya” sahutku bercanda


“kamu lama-lama karepe dewe


Begitulah siklus hidup manusia, selama masih mencintai akan selalu ada pertengkaran kemudian berbaikan kembali. Aku sadar kita memang membutuhkan keras kepala untuk tetap bertahan saat salah satu dari kita lelah dan ingin meninggalkan.

***



Minggu 31 Oktober 2021


    Surabaya Barat sejak pagi tadi gerimis, aku lihat awan juga masih gelap tidak ada tanda-tanda akan membelah berganti warna sedikit cerah. Halah biarlah toh aku sudah bulat untuk berangkat ke Gresik, entah rasanya saat itu juga aku harus berangkat ke Gresik. Perasaanku berkata kalau tidak berangkat, akan terus ada rasa yang mengganjal.


    Aku kembali melewati kedai kopi favorit dan berpikir untuk mampir meski sekedar menikmati pukul 10 Pagi sambil minum secangkir coklat hangat, menikmatinya pelan seakan tidak ada hari esok, tidak mau buru-buru pulang. Namun duduk disini seperti ada perasaan yang aneh, sejak pertama aku tidak mendapatkan senyum yang seperti biasanya, tidak ada motor honda astrea yang biasa terpakir di depan kedai, tempat duduk favoritku telah menjadi milik orang lain terpaksa aku mencari tempat lain, kursinya kurang nyaman dan hanya tempat ini yang tersisa untuk aku yang datang sendiri.


    Aku menatap layar handphoneku dengan seksama, disana aku mendpatkan jawaban mengapa rasa tidak nyaman itu ada. “Kedai Sang Esoen tutup permanen”


    Tuhan selalu memberikan jawaban meski datangnya lewat firasat terlebih dahulu, kemana ingin pergi ya disitulah ada jawaban. Seperti takdir hari ini yang harus mulai berjalan tidak seperti biasanya “Kita selesai sampai disini” yang terlontar lima belas menit yang lalu tanpa aku mempersiapkan sebelumnya